https://isess2013.org/

Belakangan ini, makin banyak orang kota yang mendadak jadi petani. Tapi bukan petani sawah ya—melainkan petani kota alias pelaku urban farming. Fenomena ini makin nge-tren di berbagai kota besar di Indonesia, dari Jakarta, Bandung, Surabaya, sampai Medan. Gaya hidup yang tadinya identik dengan gedung pencakar langit dan jalanan macet, kini mulai diselingi dengan hijau-hijauan di atap rumah, balkon apartemen, bahkan tembok dapur!

Sebenarnya, apa sih yang bikin urban farming jadi hits banget?

Gaya Hidup Sehat dan Ramah Lingkungan

Pertama-tama, banyak orang mulai sadar pentingnya pola hidup sehat. Mulai dari makanan yang dikonsumsi sampai bagaimana cara makanan itu diproduksi. Urban farming jadi solusi buat mereka yang pengen sayuran segar tanpa pestisida, tapi nggak sempat bolak-balik ke pasar tradisional atau malas beli di supermarket yang kadang stoknya kurang fresh.

ALTERNATIF TRISULA88

Nah, lewat urban farming, orang bisa nanam sendiri kebutuhan dapurnya—kayak bayam, kangkung, tomat, cabai, atau bahkan daun mint buat yang suka bikin infused water ala-ala kafe. Selain sehat, kegiatan ini juga ramah lingkungan. Kita bisa ngurangin jejak karbon dari proses distribusi makanan yang biasanya panjang banget. Belum lagi kalau pakai media tanam daur ulang atau memanfaatkan air bekas cucian beras buat nyiram tanaman—auto jadi pejuang lingkungan!

Hemat dan Bikin Hati Senang

Siapa bilang hidup di kota cuma bikin stress dan kantong jebol? Dengan urban farming, banyak orang justru merasa lebih rileks. Merawat tanaman ternyata bisa jadi semacam terapi. Ada sensasi bahagia tersendiri saat lihat benih yang kita tanam mulai tumbuh dan berbunga. Belum lagi kalau akhirnya bisa dipanen. Rasanya puas banget!

Dan ngomong-ngomong soal panen, hasilnya bisa lumayan ngurangin pengeluaran bulanan lho. Nggak perlu beli daun bawang atau selada lagi, tinggal petik dari pot di balkon. Lumayan kan, bisa dialihin buat beli boba atau kopi kekinian?

Fleksibel dan Bisa Dimulai dari Mana Aja

Satu hal keren dari urban farming adalah fleksibilitasnya. Nggak punya lahan luas? Nggak masalah. Banyak pelaku urban farming yang sukses menanam sayur hanya dengan beberapa pot di sudut balkon atau jendela dapur. Bahkan sekarang udah banyak teknologi yang mendukung kegiatan ini, seperti hydroponik dan vertical garden. Jadi, mau rumah petak atau apartemen lantai 20 pun tetap bisa ikutan nanam.

Buat yang hobi DIY, ini juga bisa jadi proyek seru. Banyak tutorial di YouTube atau TikTok tentang cara bikin instalasi tanam dari barang bekas, seperti botol plastik, paralon, atau rak kayu. Jadi, selain bercocok tanam, kita juga bisa sekaligus ngasah kreativitas.

Komunitas dan Media Sosial Jadi Pendorong

Satu hal yang nggak bisa dilepas dari meningkatnya tren ini adalah peran media sosial. Banyak banget akun-akun yang fokus membahas urban farming, lengkap dengan tips, trik, dan cerita suksesnya. Dari situ, muncul komunitas-komunitas yang saling support dan sharing pengalaman.

Ada juga gerakan urban farming bareng di lingkungan perumahan atau RT/RW. Mereka nyewa lahan kosong atau bikin kebun bareng di lahan milik warga yang nggak dipakai. Selain mempererat hubungan antar tetangga, ini juga jadi cara buat meningkatkan ketahanan pangan skala lokal. Keren, kan?

Urban Farming, Tren yang Patut Dipertahankan

Meski awalnya banyak yang cuma iseng atau ikutan tren, ternyata urban farming bisa jadi kebiasaan positif yang berkelanjutan. Selain bermanfaat buat kesehatan, dompet, dan lingkungan, kegiatan ini juga bisa jadi pengingat bahwa kita masih terhubung dengan alam—meski hidup di tengah kota yang serba sibuk.

Jadi, kalau kamu belum pernah nyoba, mungkin ini saatnya mulai. Nggak usah langsung besar-besaran, cukup tanam satu pot daun mint atau cabe rawit dulu. Siapa tahu, dari satu pot itu, kamu bisa jadi “petani kota” sejati yang punya kebun mini di rumah sendiri.

By admin