isess2013.org

isess2013.org – Dalam konteks ekonomi saat ini di Aceh, terjadi peningkatan signifikan pada harga emas yang telah mencapai angka Rp 4 juta per mayam. Kondisi ini menuntut calon pengantin, khususnya pengantin pria, untuk mengalokasikan dana yang lebih besar untuk membeli emas sebagai mahar, sebuah komponen integral dalam ritual pernikahan.

Kebijakan Mahar dalam Hukum Islam

Muhammad Nasril, yang menjabat sebagai Penghulu Ahli Muda KUA Kuta Malaka, Aceh Besar, menyampaikan bahwa berdasarkan literatur fiqh dan kompilasi hukum Islam, mahar adalah bagian wajib yang harus disediakan oleh pengantin pria, terlepas dari apakah mahar tersebut secara eksplisit disebutkan selama prosesi akad nikah.

Menimbang Ulang Besaran Mahar

Nasril menekankan pentingnya menemukan keseimbangan dalam penetapan mahar, agar tidak memberatkan calon pengantin pria, terutama di tengah kenaikan harga emas saat ini. Beliau mengakui bahwa beberapa calon pengantin pria mungkin terpaksa mencari solusi finansial alternatif seperti mengambil kredit atau menggadaikan aset.

Pentingnya Negosiasi dalam Penentuan Mahar

Adanya negosiasi antara kedua belah pihak dalam menentukan mahar dianggap esensial oleh Nasril, untuk memastikan bahwa mahar tidak menjadi hambatan dalam prosesi pernikahan yang memenuhi syarat-syarat lain. Kepentingan bersama, keikhlasan, dan tanggung jawab dianggap lebih substansial daripada nilai material mahar.

Alternatif Mahar di Tengah Persoalan Ekonomi

Nasril menyoroti bahwa rata-rata mahar di Aceh kini melebihi 10 mayam, dengan beberapa kasus mencapai 40 mayam. Di tengah kondisi ekonomi yang menantang ini, beliau mengingatkan bahwa emas bukanlah satu-satunya opsi mahar; alternatif lain seperti uang atau surat tanah juga dapat dipertimbangkan, sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang menganjurkan kemudahan dalam hal mahar.

Mengubah Persepsi Tentang Emas Sebagai Mahar

Penggunaan emas sebagai mahar telah menumbuhkan persepsi bahwa emas adalah syarat mutlak pernikahan, yang tercermin dalam ungkapan lokal “hana meuh hanjeut meukawen.” Nasril menekankan bahwa Islam memberikan fleksibilitas dalam pemilihan mahar, dan masyarakat seharusnya tidak terpaku pada emas semata.

Menghadapi tren peningkatan harga emas, masyarakat Aceh dihadapkan pada kebutuhan untuk mengadaptasi tradisi mahar dengan cara yang lebih inklusif dan bijaksana. Hal ini mengundang refleksi bagi calon pengantin untuk fokus pada esensi pernikahan yang lebih mendalam daripada nilai mahar, yaitu komitmen dan tanggung jawab bersama yang melampaui materi.

By admin